Langsung ke konten utama

Depresi: Prediktor Nyeri Pinggang.

Di awal tahun 2018 ini, masih banyak sekali informasi-informasi terkait nyeri pinggang yang justru berdampak pada kecemasan dan ketakutan masyarakat. Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan oleh N.M. Black dkk pada tahun 2017; "Informasi terkait nyeri pinggang yang diperoleh melalui pencarian Google jarang berfokus pada integrasi informasi psikososial atau biologi rasa sakit. Kebanyakan informasi hanya berfokus pada patologi jaringan didukung oleh deskripsi nyeri yang tidak akurat". Sehingga hal ini mendorong tenaga kesehatan khususnya fisioterapis yang aktif dalam memberikan informasi melalui medial sosial maupun website untuk mempertimbangkan konten informasi terkait nyeri pinggang (khususnya) perlu  lebih sensitif terhadap kontributor psikososial terhadap rasa sakit. Sejalan dengan visi & misi blog ini, kami selaku edukator melalui internet/sosial media ingin mengajak teman-teman fisioterapis lebih mempertimbangkan dalam hal promosi kesehatan dibandingkan informasi yang berdampak memberikan kecemasan di masyarakat.

Tidak jarang kami temui, informasi-informasi dari praktisi memberikan dampak negative beliefs pada orang-orang dengan nyeri pinggang sebagai contoh; nyeri pinggang disebabkan oleh degenerasi sendi, nyeri pinggang disebabkan oleh penonjolan diskus, nyeri pinggang disebabkan oleh postur yang buruk, nyeri pinggang terkait dengan kelemahan otot dsb. Berdasarkan studi pada tahun 2005, Jeffrey Jarvick dkk menunjukkan hasil penelitiannya bahwa 1) depresi menjadi prediktor yang kuat dalam memicu timbulnya kondisi nyeri pinggang, 2) temuan pada hasil MRI cenderung kurang penting dalam memprediksi nyeri punggung daripada faktor psikologis, 3) tidak ada hubungan antara kejadian nyeri pinggang yang baru (new onset) dengan perubahan Type 1 endplate, degenerasi diskus, annular tears maupun degenerasi sendi facet.
Pada tahun 2016, Brendon Stubbs dkk juga meneliti hubungan antara nyeri pinggang dan faktor-faktor seperti depresi, psikosis, kecemasan, gangguan tidur, dan stres. Pada studi ini didapati hasil adanya hubungan yang signifikan terkait kondisi nyeri pinggang dengan faktor-faktor seperti yang disebutkan diatas, selain itu nyeri pinggang juga dikaitkan dengan peningkatan komorbiditas kesehatan mental pada negara-negara dengan pendapatan ekonomi menengah ke bawah (low middle income). Melihat Indonesia sendiri merupakan negara dengan pendapatan perkapita Rp.  47,96 juta/tahun (termasuk dalam kategori negara low income economy) tentunya hasil studi diatas mempunyai relevansi dengan kondisi yang ada di negara Indonesia. Sehingga hal ini tentunya mendorong tenaga kesehatan (baik fisioterapis maupun tenaga kesehatan lainnya) untuk mempertimbangkan intervensi terpadu dalam perawatan nyeri pinggang dan komorbiditas kesehatan mental.

Pada tahun 2017, ada temuan yang sangat menarik terkait dengan spontaneous resorbtion pada herniasi diskus. Dokter Ming Zhong dkk, menunjukkan hasil studinya bahwa herniasi diskus pada lumbar tampak ada perbaikan secara spontan dengan presentase kejadian 66,66%, berdasarkan hasil studi ini, perawatan secara konservatif (no surgery) menjadi prioritas utama. Hal ini juga mempunyai dampak positif pada masyarakat bahwa nyeri pinggang bisa diatasi dengan baik.

Pesan: Masyarakat umum (ataupun bagi orang-orang yang mempunyai keluhan nyeri pinggang) diharapkan untuk tidak terlalu khawatir terkait kondisinya dan diharapkan juga untuk tetap aktif dalam aktivitas bergerak (olahraga, rekreasi dll).

Salam sehat,

Firmansyah Purwanto
Fisioterapis

* Informasi-informasi yang ada di website explainbackpain.blogspot.com tidak untuk menggantikan saran/nasihat dari praktisi kesehatan anda (untuk publik). Informasi yang diberikan didasarkan pada bukti praktik terbaik saat ini. Jika ragu, tanyakan kepada praktisi kesehatan anda

Referensi:
1. Jarvick et al. Three-Year Incidence of Low Back Pain in an Initially Asymptomatic Cohort. Spine. 2005. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/15990670/
2. Black et al. A biopsychosocial understanding of lower back pain: Content analysis of online information. Euro J Pain. 2017. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ejp.1158/full
3. Stubbs et al. The epidemiology of back pain and its relationship with depression, psychosis, anxiety, sleep disturbances, and stress sensitivity: Data from 43 low- and middle-income countries. Gen Hosp Psychiatry. 2016. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/27796261/
4. https://detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/3564310/sri-mulyani-pendapatan-per-kapita-ri-naik-jadi-rp-4796-jutatahun
5. https://datahelpdesk.worldbank.org/knowledgebase/articles/906519-world-bank-country-and-lending-groups
6. Zhong et al. Incidence of Spontaneous Resorption of Lumbar Disc Herniation: A Meta-Analysis. Pain Physician. 2017. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/28072796/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apakah gerakan membungkuk berbahaya untuk kondisi nyeri pinggang yang saya alami?

Faktor ergonomi menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam manajemen nyeri punggung, sebagai contoh angkat-angkut barang. Akan tetapi, faktor ergonomi terlalu dilihat berlebihan ( overlap ). Contoh yang umum terjadi yaitu apabila anda mempunyai keluhan nyeri punggung maka anda tidak diperbolehkan angkat-angkut barang dengan cara membungkuk, dan diharuskan dengan cara berjongkok. Bagaimana dengan bukti yang ada? Tidak ada bukti yang kuat bahwa angkat-angkut barang dengan cara membungkuk dapat memperparah nyeri punggung atau mencederai punggung. Tidak ada bukti bahwa angkat-angkut barang dengan berjongkok ( squat lifting ) lebih aman/ergonomis dibanding dengan membungkuk ( stoop lifting ). Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Dreischarf dkk menunjukkan bahwa secara in vivo, tidak ada perbedaan beban tulang belakang ( spinal loads ) antara stoop lifting dan squat lifting . Pada studi lain, Coenen dkk meneliti pengaruh abdominal bracing terhadap aktivitas otot-otot trunk...

Mitos & Fakta Mengenai Angkat-Angkut Barang

Pemikiran Baru Tentang Nyeri Punggung Non-Traumatik